Aksara yang Hilang
Lelah diri melanglang lintasi angan dan ingin
Memungut kenangan dan harapan yang terserak
Mendamba serangkai puisi ‘kan tercipta
Sebagai ungkapan seluruh rasa hati
Namun, malam semakin hitam
Bulan sembunyi di rimbun resah
Tiada satu pun kata kutemui
Untuk kusematkan di biru rindu
Bagaimana bahagia bisa kuluapkan
Jika resah masih menari di kelam malam
Bagaimana duka hendak kupendam
Bila hati telah tergenang oleh air mata
Kini hanya angan berembus bersama angin
Berharap semesta menjelaskan segala rasa
Dan menebarkannya di tujuh luas samudra
Lalu menitipkannya pada sejuk tetes hujan
Hingga jatuh sebagai titik-titik embun
Dalam semurni hati yang puisi
(Pangkep, 26 September 2021)
Aku, Kau, dan Sayapku
Aku hanya pipit kecil dengan sayap terluka
Terpasung pada ranting-ranting rapuh
Di tengah dedaunan kering menguning
Memandang cakrawala dengan haru biru
Sementara kau adalah sepenggal kenangan
Yang bertaburan di seluruh semesta hati
Ada pesan rindu yang kau kirim
Lewat tabuhan merdu nyanyian ilalang
Ada sisa cinta pada tetes air hujan malam ini
Hingga kita menjadi cerita sunyi
Di simpang musim yang masih berkabut
Mengingat temu hanya elegi bernada biru
Maka biarkan angin berembus
Membawa doa harapan kita
Jelmakan mimpi jadi bahagia
Sebagai pelipur lara hati
Dan sayapku yang terluka
(Pangkep, 31 Januari 2022)
Pelangi Tanpa Warna
Rintik hujan terakhir
Telah lama membisu
Gigil raga kini tak terasa
Namun, perih di hati
Masih juga meraja
Ada rindu yang tak biasa
Menyusup di relung ragu
Menanti sang pemilik hati
Menghilang di gelap gulana
Hingga kilau mentari
Seakan redam dan memudar
Rembulan pun enggan tersenyum
Jika senja tak lagi hadir
Dengan keindahan jingganya
Maka aku adalah pelangi
Yang kehilangan warna
(Pangkep, 13 Februari 2022)
PERIHAL SUNYI
Sunyi
Tanpa suara
Hanya biru rindu
Resah terhampar di angkasa
Biaskan isyarat sejuta makna
Hanyut terbawa ombak
Tinggal nestapa
Karam
Pasrah
Menanti camar
Riuh dendangkan asa
Mentari cerah lelah bersinar
Beribu musim telah berganti
Tiada cinta berlabuh
Senja menjelang
Sunyi
(Pangkep, Oktober 2022)
DENDANG DEDAUNAN
Semilir angin lirih berembus
Terbangkan debu-debu menjelaga
Yang hinggap di dedaunan
Lekat melukis kelabunya asa
Mengaburkan pandang
Pada penantian panjang
Menunggu hitamnya langit
Di puncak kejenuhan
Dahaga memacu suara menjerit
Dari ranting kering berderit
Dedaunan langitkan doa
Di antara senyuman nan rapuh
Lenggang kemarau ucapkan pamit
Seiring rinai menetes perlahan
Basahi jiwa-jiwa kering
Lesapkan debu-debu gelisah
Di akhir kerinduan
Dedaunan pun berdendang
Bersama semilir angin nan syahdu
Tabuhkan alunan musik merdu
Lantunan syukur pada Ilahi Maha Satu
(Pangkep, 17 Oktober 2019)
Rossy Hilda, lahir di Makassar tgl 13 Januari 1973. Alumni IKIP Ujung Pandang dan sekarang berprofesi sebagai Guru Tidak Tetap di SMPN 1 Ma’rang Pangkep. Menulis adalah kegemaran sejak remaja dan aktif pada grup-grup sastra di sosial media sejak tahun 2019 dan telah memiliki beberapa buku antologi puisi bersama serta satu buku antologi puisi tunggal.