Mahkamah Konstitusi Tetap Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka Pemilu 2024

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto : Istimewah

JAKARTA, Kapitanews.id — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tentang sistem proporsional, dengan perkara nomor 114/PUU-XIX/2022.

Sehingga, sistem pemilu pada Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

“Berdasarkan amar putusan, menolak permohonan para pemohon seluruhnya,” ujar Ketua MK, Anwar Usman, Kamis (15/6/2023).

Dissenting opinion hakim konstitusi Arief Hidayat. Dalam putusan itu, MK menegaskan politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu. Baik lewat proporsional terbuka atau pun proporsional tertutup.

Baca juga : DPC Partai Gerindra Luwu Tak Ambil Pusing Jika Sistem Proporsional Tertutup Diterapkan Pemilu 2024

Sidang putusan hari ini dihadiri delapan hakim dari total sembilan hakim konstitusi yakni Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

Judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK), diajukan Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Para pemohon merupakan anggota partai politik yang sudah terdaftar sebagai peserta Pemilu 2024. Mereka mengajukan uji materi pasal-pasal yang berkaitan sistem proporsional terbuka pada UU Pemilu.

Menurut para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.

Baca juga : Nurhan Tabau Bacaleg DPR RI dari PKB, Menyapa Teman Teman KPA di Warkop Kampis

Selain itu, mereka juga berpandangan seharusnya ada kewenangan partai untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.

Para pemohon meminta MK untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila MK mengabulkan permohonan ini, maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik, karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif (caleg) di surat suara pada Pemilu 2024. (*)

Baca juga berita di Google News